|
Rabu, 14 November 2007 |
Sajak Orang Lapar |
kelaparan adalah burung gagak yang licik dan hitam jutaan burung-burung gagak bagai awan yang hitam
o Allah ! burung gagak menakutkan dan kelaparan adalah burung gagak selalu menakutkan kelaparan adalah pemberontakan adalah penggerak gaib dari pisau-pisau pembunuhan yang diayunkan oleh tangan-tangan orang miskin
kelaparan adalah batu-batu karang di bawah wajah laut yang tidur adalah mata air penipuan adalah pengkhianatan kehormatan
seorang pemuda yang gagah akan menangis tersedu melihat bagaimana tangannya sendiri meletakkan kehormatannya di tanah karena kelaparan kelaparan adalah iblis kelaparan adalah iblis yang menawarkan kediktatoran
o Allah ! kelaparan adalah tangan-tangan hitam yang memasukkan segenggam tawas ke dalam perut para miskin
o Allah ! kami berlutut mata kami adalah mata Mu ini juga mulut Mu ini juga hati Mu dan ini juga perut Mu perut Mu lapar, ya Allah perut Mu menggenggam tawas dan pecahan-pecahan gelas kaca
o Allah ! betapa indahnya sepiring nasi panas semangkuk sop dan segelas kopi hitam
o Allah ! kelaparan adalah burung gagak jutaan burung gagak bagai awan yang hitam menghalang pandangku ke sorga Mu o Allah ! kelaparan adalah burung gagak jutaan burung gagak bagai awan yang hitam menghalang pandangku ke sorga Mu
WS Rendra
Label: puisi
baca selengkapnya..
|
posted by syauqi @ 01.28 |
|
|
|
CINTA III |
Kelmarin aku berdiri berdekatan pintu gerbang sebuah rumah ibadat dan bertanya kepada manusia yang lalu-lalang di situ tentang misteri dan kesucian cinta. Seorang lelaki setengah baya menghampiri, tubuhnya rapuh wajahnya gelap. Sambil mengeluh dia berkata, “Cinta telah membuat suatu kekuatan menjadi lemah, aku mewarisinya dari Manusia Pertama.”
Seorang pemuda dengan tubuh kuat dan besar menghampiri. Dengan suara bagai menyanyi dia berkata, “Cinta adalah sebuah ketetapan hati yang ditumbuhkan dariku, yang rnenghubungkan masa sekarang dengan generasi masa lalu dan generasi yang akan datang.’
Seorang wanita dengan wajah melankolis menghampiri dan sambil mendesah, dia berkata, ‘Cinta adalah racun pembunuh, ular hitam berbisa yang menderita di neraka, terbang melayang dan berputar-putar menembusi langit sampai ia jatuh tertutup embun, ia hanya akan diminum oleh roh-roh yang haus. Kemudian mereka akan mabuk untuk beberapa saat, diam selama satu tahun dan mati untuk selamanya.’
Seorang gadis dengan pipi kemerahan menghampiri dan dengan tersenyum dia berkata, “Cinta itu laksana air pancuran yang digunakan roh pengantin sebagai siraman ke dalam roh orang-orang yg kuat,? membuat mereka bangkit dalam doa di antara bintang-bintang di malam hari dan senandung pujian? di depan matahari di siang hari.’
Setelah itu seorang lelaki menghampiri. Bajunya hitam, janggutnya panjang dengan dahi berkerut, dia berkata, “Cinta adalah ketidakpedulian yang buta. la bermula dari hujung masa muda dan berakhir pada pangkal masa muda.’
Seorang lelaki tampan dengan wajah bersinar dan dengan bahagia berkata, ‘Cinta adalah pengetahuan syurgawi yang menyalakan mata kita. Ia menunjukkan segala sesuatu kepada kita seperti para dewa melihatnya.’
Seorang bermata buta menghampiri, sambil mengetuk-ngetukkan tongkatnya ke tanah dan dia kemudian berkata sambil menangis, ‘Cinta adalah kabus tebal yang menyelubungi gambaran sesuatu darinya atau yang membuatnya hanya melihat hantu dari nafsunya yang berkelana di antara batu karang, tuli terhadap suara-suara dari tangisnya sendiri yang bergema di lembah-lembah.’
Seorang pemuda, dengan membawa sebuah gitar menghampiri dan menyanyi, ‘Cinta adalah cahaya ghaib yang bersinar dari kedalaman kehidupan yang peka dan mencerahkan segala yang ada di sekitarnya. Engkau bisa melihat dunia bagai sebuah perarakan yang berjalan melewati padang rumput hijau. Kehidupan adalah bagai sebuah mimpi indah yang diangkat dari kesedaran dan kesedaran.’
Seorang lelaki dengan badan bongkok dan kakinya bengkok bagai potongan-potongan kain menghampiri. Dengan suara bergetar, dia berkata, “Cinta adalah istirahat panjang bagi raga di dalam kesunyian makam, kedamaian bagi jiwa dalam kedalaman keabadian.?
Seorang anak kecil berumur lima tahun menghampiri dan sambil tertawa dia berkata, “Cinta adalah ayahku, cinta adalah ibuku. Hanya ayah dan ibuku yang mengerti tentang cinta.”
Waktu terus berjalan. Manusia terus-menerus melewati rumah ibadat. Masing-masing mempunyai pandangannya tersendiri tentang cinta. Semua menyatakan harapan-harapannya dan mengungkapkan misteri-misteri kehidupannya.
:+: Khalil Gibran :+
Label: asa
baca selengkapnya..
|
posted by syauqi @ 00.54 |
|
|
|
CINTA 2 |
Mereka berkata tentang serigala dan tikus Minum di sungai yang sama Di mana singa melepas dahaga
Mereka berkata tentang helang dan? hering Menjunam paruhnya ke dalam bangkai yg sama Dan berdamai - di antara satu sama lain, Dalam kehadiran bangkai - bangkai mati itu
Oh Cinta, yang tangan lembutnya mengekang keinginanku Meluapkan rasa lapar dan dahaga akan maruah dan kebanggaan, Jangan biarkan nafsu kuat terus menggangguku Memakan roti dan meminum anggur Menggoda diriku yang lemah ini Biarkan rasa lapar menggigitku, Biarkan rasa haus membakarku, Biarkan aku mati dan binasa, Sebelum kuangkat tanganku Untuk cangkir yang tidak kau isi, Dan mangkuk yang tidak kau berkati
(Dari ‘The Forerunner))
:+: Kahlil Gibran :+:
Label: asa
baca selengkapnya..
|
posted by syauqi @ 00.51 |
|
|
|
CINTA 1 |
Lalu berkatalah Almitra, Bicaralah pada kami perihal Cinta.
Dan dia mengangkatkan kepalanya dan memandang? ke arah kumpulan manusia itu, dan keheningan menguasai mereka. Dan dengan suara lantang dia berkata:
Pabila? cinta menggamitmu, ikutlah ia Walaupun jalan-jalannya sukar dan curam Pabila ia mengepakkan sayapnya, Engkau serahkanlah dirimu kepadanya Walaupun pedang yang tersisip pada sayapnya akan melukakan kamu.
Pabila ia berkata-kata Engkau percayalah kepadanya walaupun suaranya akan menghancurkan mimpimu seperti angin utara yang memusnahkan taman-taman kerana sekalipun cinta memahkotakan kamu Ia juga akan mengorbankan kamu walaupun ia menyuburkan dahan-dahanmu ia juga mematahkan ranting-rantingmu walaupun ia memanjat dahanmu yang tinggi dan mengusap ranting-rantingmu yang gementar dalam remang cahaya matahari ia juga turun ke akar-akarmu dan menggoncangkannya dari perut bumi
Seperti seberkas jagung ia akan mengumpulmu untuk dirinya membantingkanmu sehingga engkau bogel mengayakkanmu sehingga terpisah kamu dari kulitmu mengisarkanmu sehingga engkau menjadi putih bersih mengulimu agar kamu mudah dibentuk dan selepas itu membakarmu di atas bara api agar kamu menjadi sebuku roti yang diberkati untuk hidangan kenduri Tuhanmu yang suci
Semua ini akan cinta lakukan kepadamu supaya engkau memahami rahsia hatinya dan dengan itu menjadi wangi-wangian kehidupan tetapi seandainya di dalam ketakutanmu engkau hanya mencari kedamaian dan nikmat cinta maka lebih baiklah engkau membalut dirimu yang bogel itu dan beredarlah dari laman cinta yang penuh gelora ke dunia gersang yang tidak bermusim di sana engkau akan ketawa tetapi bukan tawamu dan engkau akan menangis tetapi bukan dengan air matamu
Cinta tidak memberikan apa-apa melainkan dirinya dan tidak mengambil apa-apa melainkan daripada dirinya cinta tidak mengawal sesiapa dan cinta tidak boleh dikawal sesiapa kerana cinta lengkap dengan sendirinya
Dan pabila engkau bercinta engkau tidak seharusnya berkata “kejadian adalah hatiku,” sebaliknya berkatalah: “aku adalah kejadian”
Dan janganlah engkau berfikir engkau boleh menentukan arus cinta kerana seandainya cinta memberkatimu ia akan menentukan arah perjalananmu
Cinta tiada nafsu melainkan dirinya tetapi seandainya kamu bercinta dan ada nafsu pada cintamu itu maka biarlah yang berikut ini menjadi nafsumu; menjadi air batu yang cair membentuk anak-anak sungai yang menyanyikan melodi cinta pada malam yang gelap gelita untuk mengenal betapa pedihnya kemesraan untuk merasa luka kerana engkau kini mengenali cinta dan rela serta gembira melihat darah dari lukanya untuk bangun pada waktu fajar dengan hati yang lega dan bersyukur untuk satu hari lagi yang terisi cinta untuk beristirehat ketika matahari remang untuk mengingati kemanisan cinta yang tidak terperi untuk kembali ke rumahmu ketika air mati dengan rasa kesyukuran di dalam hati dan dalam tidurmu berdoalah untuk kekasihmu yang bersemadi di dalam hatimu dengan lagu kesyukuran pada bibirmu
(Dari ‘Sang Nabi’)
:+: Khalil Gibran :+
Label: asa
baca selengkapnya..
|
posted by syauqi @ 00.48 |
|
|
|
"DUA KEINGINAN" |
14 nov 2007
Di keheningan malam, Sang Maut turun atas hadrat Tuhan menuju ke bumi. Ia terbang melayang-layang di atas sebuah kota dan mengamati seluruh penghuni dengan tatapan matanya. Ia menyaksikan jiwa-jiwa yang melayang-layang dengan sayap-sayap mereka, dan orang-orang yang terlena di dalam kekuasaan Sang Lelap.
Ketika rembulan tersungkur di kaki langit, dan kota itu berubah warna menjadi hitam kepekatan, Sang Maut berjalan dengan langkah tenang di celah-celah kediaman - berhati-hati tidak menyentuh apa-apa pun - sehingga tiba di sebuah istana. Ia masuk melalui pagar besi berpaku tanpa sebarang halangan dan berdiri di sisi sebuah ranjang , dan tika ia? menyentuh dahi? si lena, lelaki itu membuka kelopak matanya dan memandang dengan penuh ketakutan.
Melihat bayangan Sang Maut di hadapannya, dia menjerit dengan suara ketakutan bercampur aduk kemarahan, “Pergilah kau dariku, mimpi yang mengerikan! Pergilah engkau makhluk jahat! Siapakah engkau ini? Dan bagaimana mungkin kau memasuki istana ini? Apa yang kau inginkan? Tinggalkan rumah ini dengan segera! Ingatlah, akulah tuan rumah ini. Nyahlah kau, kalau tidak, kupanggil para hamba suruhanku dan para pengawalku? untuk mencincangmu menjadi kepingan!”
Kemudian Maut berkata dengan suara lembut, tapi sangat menakutkan, “Akulah kematian, berdiri dan tunduklah padaku.”
Dan si lelaki? itu menjawab, “Apa yang kau inginkan dariku sekarang, dan benda apa yang kau cari? Kenapa kau datang ketika urusanku belum selesai? Apa yang kau inginkan dari orang kaya berkuasa seperti aku? Pergilah sana, carilah orang-orang yang lemah, dan ambillah dia! Aku ngeri melihat taring-taringmu yang berdarah dan wajahmu yang bengis, dan mataku sakit menatap sayap-sayapmu yang menjijikkan dan tubuhmu yang meloyakan.”
Namun selepas tersedar, dia menambah dengan ketakutan, “Tidak, tidak, Maut yang pengampun, jangan pedulikan apa yang telah kukatakan, kerana rasa takut membuat diriku mengucapkan kata-kata yang sesungguhnya terlarang. Maka ambillah longgokan emasku semahumu atau nyawa salah seorang dari hamba-hambaku, dan tinggalkanlah diriku… Aku masih mempunyai urusan kehidupan yang belum selesai dan berhutang emas dengan orang. Di atas laut aku memiliki kapal yang belum kembali ke pelabuhan, permintaanku..jangan ambil nyawaku… Ambillah olehmu barang yang kau inginkan dan tinggalkanlah daku. Aku punya perempuan simpanan yang? luarbiasa cantiknya untuk kau pilih, Kematian. Dengarlah lagi : Aku punya seorang putera tunggal yang kusayangi, dialah sumber kegembiraan hidupku. Kutawarkan dia juga sebagai galang ganti, tapi nyawaku jangan kau cabut dan tinggalkan diriku sendirian.”
Sang Maut itu mengeruh,”Engkau tidak kaya tapi orang miskin yang tak sedar diri.”? Kemudian Maut mengambil tangan orang hina itu, mencabut nyawanya, dan memberikannya kepada para malaikat di langit untuk menghukumnya.
Dan Maut berjalan perlahan di antara setinggan orang-orang miskin hingga ia mencapai rumah paling daif yang ia temukan. Ia masuk dan mendekati ranjang di mana tidur seorang pemuda dengan kelelapan yang damai. Maut menyentuh matanya, anak muda itu pun terjaga. Dan ketika melihat Sang Maut berdiri di sampingnya, ia berkata dengan suara penuh cinta dan harapan, “Aku di sini, wahai Sang Maut yang cantik. Sambutlah rohku, kerana kaulah harapan impianku. Peluklah diriku, kekasih jiwaku, kerana kau sangat penyayang dan tak kan meninggalkan diriku di sini. Kaulah utusan Ilahi, kaulah tangan kanan kebenaran. Bawalah daku pada Ilahi. Jangan tinggalkan daku di sini.”
“Aku telah memanggil dan merayumu berulang kali, namun kau tak jua datang. Tapi kini kau telah mendengar suaraku, kerana itu jangan kecewakan cintaku dengan menjauhi diri. Peluklah rohku, Sang Maut yang dikasihi.”
Kemudian Sang Maut meletakkan jari-jari lembutnya ke atas bibir yang bergetar itu, mencabut nyawanya, dan menaruh roh itu di bawah perlindungan sayap-sayapnya.
Ketika ia naik kembali ke langit, Maut menoleh ke belakang — ke dunia - dan dalam bisikan amaran ia berkata, “Hanya mereka? di dunia yang? mencari Keabadianlah yang sampai ke Keabadian itu.”
(Dari ‘Dam’ah Wa Ibtisamah’ -Setitis Air Mata Seulas Senyuman)
:+: Kahlil Gibran :+: 1 Star
Label: asa
baca selengkapnya..
|
posted by syauqi @ 00.43 |
|
|
Historia | Blogger Templates by Gecko & Fly.
No part of the content or the blog may be reproduced without permission.
Learn how to Make Money Online at GeckoandFly
First Aid and Health Information at Medical Health
|
|
|
|
|
|
About Me |
Name: syauqi
Home: Indonesia
About Me: i'm a moslem women whos try to be honest,frendly,and all the best in life
See my complete profile
|
Previous Post |
|
Archives |
|
Links |
|
Affiliates |
|
|
|